Sikap Mukim atas Kedaulatan Mukim atas Sumber Daya Alam


Pernyataan Sikap Mukim atas Kedaulatan Mukim terhadap Sumber Daya Alam

Oleh: Zulfikar Arma

Mukim sebagai bentuk entitas khas di Aceh telah diakui negara dan masyarakat, tidak hanya sebagai identitas komunal adat masyarakat Aceh, tapi juga sebagai bagian dari tata wilayah dan tata pemerintahan yang mempunyai kewenangan mengurus harta kekayaan dan sumber pendapatan mukim. Kenyataannya, sampai saat ini mukim hanya sebagai alat legitimasi pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan komersilnya (lagee kameng manyang umpeun).

Mukim merupakan produk dari peradaban Aceh ratusan tahun lalu, sudah ada sejak jaman kesultanan Aceh. Didalam setiap mukim setidak nya memiliki:

  1. Wilayah mukim yang batas-batasnya jelas antar mukim dan dikuasai penuh oleh kelembagaan adat mukim
  2. Wilayah kelola, sebagai kawasan kelola dalam memenihi kebutuhan hidupnya dan wilayah jelajah masyarakat mukim untuk mencari sumber penghidupannya.
  3. Ketentuan adat yang mengatur tentang kuasa dan tata kelola wilayah & masyarakatnya
  4. Masyarakat gampong-gampong yang terikat akan system adat mukim
  5. Kelembagaan adat yang dipimpin oleh Imuem Mukim sebagai pemangku adat dalam pelaksanaan tata pemerintahan dan aturan adat mukim.

Keberadaan Mukim sebagai sebuah entitas yang berdaulat sempat mencapai masa kejayaannya. sejalan dengan berkembangnya berbagai kerajaan Islam di Tanah Aceh, khususnya pada masa Kesultanan Aceh Darussalam. Pembentukan mukim berawal dari pemenuhan keperluan menegakkan jamaah Jum’at.  Kemudian berkembang menjadi konsolidasi masyarakat/wilayah hingga meliputi segi sosial-ekonomi-politik dan strategi pertahanan/keamanan.  Itu semua terurai dengan jelas dalam berbagai hikayat, sarakata sultan Aceh, adat meukuta adam dan berbagai literatur.

Namun seiring waktu memudar, Kedaulatan mukim mengalami degradasi dimulai sejak masa keruntuhan Kesultanan Aceh yang kemudian dihancurkan oleh peperangan panjang masa Belanda melalui penghancuran budaya ala Snouck Hugreuje.  Pasca Kemerdekaan sistem sosial mukim bukan membaik, malah tetap mengalami penurunan. Penolakan politik penaklukan Jakarta atas bumi Aceh yang berujung pada pecahnya perang DI/TII sampai pada Perlawanan Bersenjata Gerakan Aceh Merdeka.  Titik nadir terendah keruntuhan peradaban mukim terjadi saat dikeluarkannya UU.No.5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang menyeragamkan semua wilayah pemerintahan terendah dalam wilayah RI ini menjadi desa.  Yang berarti mukim dihapuskan dalam tatanan ketata negaraan, lalu fungsinya diambil alih oleh Camat dibawah kendali Bupati.

Dengan melihat kondisi Mukim yang saat sekarang ini tidak adanya kejelasan atas Kedaulatan Sumber daya Alam,  maka Pada hari sabtu, tanggal 15 Mei 2010, ada beberapa Mukim dari 5 (lima) Kabupaten (Aceh Besar, Aceh Jaya, Pidie, Pidie Jaya dan Aceh Barat) melakukan pertemuan dan membuat Pernyataan sikap atas kedaulatan mukim, yang nantinya akan disampaikan kepada Gubernur Aceh.

Pernyataan sikap Mukim Atas Kedaulatan mukim Terhadap Sumber Daya Alam, secara garis besar ada 2 (dua) tuntutan yang disampaikan, yaitu :

  1. Menuntut pengembalian Kedaulatan mukim atas Wilayah dan Sumber Daya Alam, yaitu Kejelasan Tata Balas Wilayah antar mukim, Tata Ruang mukim, Pengakuan Hak Masyarakat atas Tanah, dan Pengakuan Kewenangan Mukim Atas Sumber Daya Alam & Harta mukim lainnya.
  2. Menuntut pemberian kewenangan sepenuhnya atas Penyelenggaraan Pemerintahan di tingkat mukim.

Surat Pernyataan Sikap Mukim atas Kedaulatan SDA

Dengan adanya pernyataan tersebut, kelompok Masyarakat Sipil Aceh yang terdiri dari berbagai unsur seperti LSM Lingkungan, Pemerhati persoalan Masyaarakat Adat, Kelompok Mahasiswa, Pemuda dan Pencinta Alam, yang kemudian membuat surat dukungan atas pernyataan sikap Mukim Aceh atas Kedaulatan mukim terhadap sumber daya alam.

Dengan adanya pernyataan sikap mukim dan dukungan dari elemen sipil aceh diharapkan agar pemerintah mengembalikan yang selama ini menjadi Hak Mukim atas Sumber Daya Alam seperti titah endatu.

Leave a comment